Perilaku seksual yang tercermin dari penggunaan jasa Open BO di kalangan remaja erat kaitannya dengan niat mereka. Niat ini mengacu pada tingkat kesiapan atau kebulatan kekad untuk mengambil tindakan apa pun. Akibatnya, semakin kuat motifnya, maka semakin tinggi peluang untuk terlibat di dalamnya dan berlaku sebaliknya (Lubis, Hinduan, Jatnika, Baydhowi & Agustiani, 2022). Peneliti meyakini bahwa niat remaja menggunakan jasa Open BO dalam hubungan romantis dapat diprediksi oleh 4 variabel predictor (IV), yaitu: (1) narsisisme, (2) seksualitas positif, (3) sikap terhadap kenikmatan seksual, dan (4) kapasital relasional. Sebuah penelitian yang telah diterbitkan pada Journal of Interpersonal Violence menemukan bahwa konsumsi dari jasa layanan prostitusi online dipengaruhi juga oleh sifat narsisisme. Farley dan kawan-kawan (2017) menjelaskan bahwa pria yang menggunakan jasa layanan prostitusi mempunyai ciri-ciri kepribadian pengidentifikasi tertentu selain kekerasan. Mayoritas dari konsumen layanan jasa prostitusi memiliki sifat narsisme yang sangat parah sehingga mereka merasa berhutang seks kepada mereka. Fakta tersebut didukung oleh pernyataan Bonar Hutapea, psikolog dari Universitas Taruma Negara (dalam Wibisono, 2015) bahwa pria terutama yang memiliki kekuasaan seperti pejabat ataupun politisi menggunakan layanan jasa prostitusi dengan tujuan untuk terlihat sebagai seorang individu yang bebas berekspresi. Mereka menggunakan PSK untuk dapat memenuhi kepuasan narsistik serta hasrat karena merasa punya kuasa yang besar dan memiliki persepsi bahwa mereka bisa mendapatkan apa pun sesuai dengan keinginannya, termasuk layanan jasa prostitusi Open BO. Maraknya penggunaan dari jasa prostitusi Open BO dikalangan remaja juga dapat diprediksi ketika anak-anak sudah mulai tumbuh menjadi dewasa yang kemudian terjadi beberapa perubahan pada kognitif, biologis, dan psikososial yang dimana merangsang remaja dalam mengembangkan seksualitas mereka (Maes, Trekels, Impett, & Vandenbosch, 2022). Khususnya, peningkatan kadar hormon memicu perkembangan karakteristik seks dan, secara bersamaan, memicu minat seksual remaja dan konstruksi diri seksual mereka (Ponton & Judice dalam Maes, Trekels, Impett, & Vandenbosch, 2022). Respons perilaku terhadap perubahan tersebut dalam konteks pribadi dan pribadi termasuk penciptaan fantasi seksual (Best & Fortenberry dalam Maes, Trekels, Impett, & Vandenbosch, 2022). Maes, Trekels, Impett, dan Vandenbosch (2022) telah menunjukkan perlunya mengeksplorasi pembentukan seksualitas positif pada masa remaja. Studi yang membahas seksualitas positif dapat meningkatkan pemahaman yang seimbang dan komprehensif tentang perkembangan seksualitas remaja. Adapun lima faktor kunci dari seksualitas positif: (1) pendekatan positif untuk hubungan seksual, (2) resiliensi terhadap tantangan pengalaman terkait seksualitas, (3) kontrol diri sendiri atas interaksi seksual, (4) pendekatan respectful untuk ekspresi seksual yang berbeda, dan (5) penerimaan seksualitas diri pribadi. Selain narsisisme dan seksualitas positif, sikap terhadap kenikmatan sosial dan kapasitas relasional diyakini memiliki peranan dalam memprediksi niat seorang remaja menggunakan jasa Open BO dalam hubungan romantis. MacNeil dan Byers (dalam Kotiuga, Yampolsky & Martin, 2022) memaparkan bahwa komunikasi seksual dapat meningkatkan kepuasan seksual dengan mendorong keintiman dan berbagi suka dan tidak suka seksual pasangan, yang dapat mendukung pengalaman kenikmatan seksual. Studi menunjukkan bahwa antara 30 hingga 50% remaja merasa percaya diri dalam membahas topik seksualitas dengan pasangan mereka dan bahwa mereka yang terlibat dalam diskusi terbuka melaporkan kepuasan seksual yang lebih besar (Kotiuga, Yampolsky & Martin, 2022). Sedangkan bagi kelompok remaja yang memilih strategi relasi yang yang tidak efektif, seperti membungkam diri, menampilkan pola komunikasi secara keseluruhan dengan pasangan yang lebih buruk. Sementara keterampilan komunikasi seksual remaja tampaknya bervariasi, rasa efikasi diri mereka mengenai komunikasi seksual dan kapasitas mereka untuk memiliki suara dalam hubungan intim harus diselidiki lebih lanjut kembali. Selain itu, remaja yang memiliki sikap positif terhadap kenikmatan seksual dan mengetahui dengan baik hasrat seksual mereka cenderung tidak terlibat dalam aktivitas seksual yang tidak diinginkan atau perilaku seksual berisiko (Kettrey, 2018).