This study aims to examine and analyze the authority of the DPD in the law-forming process based on the bicameral system. This study uses normative legal research with the statute and comparative approaches. The collected legal material is then qualitatively analyzed to describe the problem and answer study purposes. The results show that the DPD members possess strong political legitimacy, because members of both chambers within the legislative branch are elected through the electoral process in Indonesia. However, no provision in the legislation grants the DPD a legislative function. Instead, the DPD holds limited authority in the law-forming process, only able to propose, participate in discussions, and provide considerations to the DPR over draft laws. In comparison, Indonesia’s DPD has significantly more limited authority than senates in other countries with bicameral systems. Additionally, several perspectives, paradigms, and differentiating factors help explain the reasons and objectives behind implementing bicameral systems. Therefore, it is recommended that stakeholders understand the various perspectives, paradigms, and differentiating factors that explain the reasons and objectives behind implementing bicameral systems in other countries. This understanding aims to enhance the authority of the DPD as a legislative power within the Indonesian state governance system. This understanding can also serve as a consideration for stakeholders in amending the 1945 Constitution, Law Number 17 of 2014, and Law Number 12 of 2011. In this context, the legislative function in a bicameral system refers to forming and ratifying laws by both chambers within the legislative branch. Consequently, Indonesia’s bicameral system can become more effective, responsive, and inclusive, ultimately promoting a more democratic and stable state governance system in the future., Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis kewenangan DPD dalam proses pembuatan undang-undang berdasarkan sistem bikameral. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan perbandingan. Bahan hukum yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mendeskripsikan masalah dan menjawab tujuan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota DPD memiliki legitimasi politik yang kuat, karena anggota kedua kamar di lembaga legislatif dipilih melalui proses pemilu di Indonesia. Namun, tidak ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang memberikan fungsi legislasi kepada DPD. Sebaliknya, DPD memiliki kewenangan terbatas dalam proses pembentukan undang-undang, hanya dapat mengusulkan, ikut serta dalam pembahasan, dan memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU. Sebagai perbandingan, DPD Indonesia memiliki kewenangan yang jauh lebih terbatas daripada senat di negara lain dengan sistem bikameral. Selain itu, beberapa perspektif, paradigma, dan faktor pembeda membantu menjelaskan alasan dan tujuan di balik penerapan sistem bikameral. Oleh karena itu, direkomendasikan agar pemangku kepentingan memahami berbagai perspektif, paradigma, dan faktor pembeda yang menjelaskan alasan dan tujuan di balik penerapan sistem bikameral di negara lain. Pemahaman tersebut bertujuan untuk meningkatkan kewenangan DPD sebagai kekuasaan legislatif dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Pemahaman ini juga dapat menjadi pertimbangan bagi pemangku kepentingan dalam melakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945, UU Nomor 17 Tahun 2014, dan UU Nomor 12 Tahun 2011. Dalam konteks ini, fungsi legislasi dalam sistem bikameral mengacu pada pembentukan dan pengesahan undang-undang oleh kedua kamar dalam cabang legislatif. Dengan demikian, sistem bikameral Indonesia dapat menjadi lebih efektif, responsif, dan inklusif, yang pada akhirnya mendorong sistem tata kelola negara yang lebih demokratis dan stabil di masa depan.