Search

Prevalensi kejadian cacingan di seluruh dunia untuk anak usia pra sekolah diperkirakan mencapai 267 juta dan pada anak usia sekolah diperkirakan mencapai 568 juta anak. Faktor risiko penyebab tingginya prevalensi penyakit cacingan adalah rendahnya tingkat sanitasi pribadi (perilaku hidup bersih dan sehat). Perilaku yang dimaksud pada anak sering tidak mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar, tidak menjaga kebersihan kuku, jajanan di sembarangan tempat yang kebersihanya tidak terpelihara. Perlu dilakukan penyuluhan terkait penyakit cacingan pada anak sekolah dasar dengan mengajarkan prilaku hidup bersih agar siswa dapat terhindar dari penyakit kecacingan. Metode dari kegiatan yang dilakukan berupa promosi kesehatan dengan metode ceramah (menyampaikan materi yang telah disiapkan) menggunakan media poster mengenai apa itu penyakit cacingan, ciri-ciri terkena cacingan dan cara mencegah penyakit cacingan. Sebelum penyampaian materi diakukan pre-test dan terakhir dilakukan post-test untuk melihat perubahan pengetahuan siswa. Kegiatan juga disertai dengan penyerahan poster-poster cacingan dan kesehatan lainnya kepada sekolah. Didapatkan hasil bahwa setelah dilakukan penyuluhan terdapat peningkatan signifikan terhadap pengetahuan siswi tentang materi yang disampaikan dari rata-rata nilai 71 menjadi 84. Kesimpulan didapatkan bahwa pelaksanaan penyuluhan menggunakan media poster berhasil meningkatkan pengetahua siswa tentang penyakit kecacingan. Disarankan sekolah dapat menempelkan poster pada tempat yang mudah dilihat siswa dan sekolah melakukan pengadaan poster-poster lainnya terkait penghindaran penyakit dan menerapkan prilaku hidup bersih.

Kegiatan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) penting dilakukan pada sekolah sesuai dengan peraturan yang ada. Permasalahan yang sering muncul dalam pelaksanaan UKS adalah diantaranya sekolah sudah memiliki ruang khusus untuk kegiatan UKS, tetapi pemanfaatannya belum optimal dan belum dibentuk kader siswa secara berkelanjutan untuk menjadi pengurus UKS. Pelaksanaan UKS pada SDN 17 Gurun Laweh belum berjalan dengan optimal dikarenakan kader UKS belum aktif serta sarana prasarana yang kurang. Oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan dan praktek pelaksanaan UKS sebagai bahan pelatihan kader UKS di SDN 17 Gurun Laweh. Kegiatan yang dilakukan berupa penyuluhan kesehatan dengan metode ceramah (menyampaikan materi yang telah disiapkan) menggunakan powerpoint mengenai gizi seimbang, gizi kurang, gizi berlebih (obesitas) serta Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), serta dilakukan praktek saat penyampaian materi P3K. Untuk mengevaluasi kegiatan dilakukan pre-test dan post-test sebelum dan setelah dilakukan penyampaian materi. Setelah dilakukan penyuluhan terdapat peningkatan signifikan terhadap pengetahuan siswi tentang materi yang disampaikan dari nilai rata-rata 75,3 menjadi 90. Ditemukan bahwa pengetahuan yang paling mengalami peningkatan signifikan adalah tentang 4 pilar gizi seimbang dan tentang perlengkapan dari P3K. Dengan hasil kegiatan ini diharapkan calon kader UKS dapat kembali aktif dan UKS dapat berjalan sesuai fungsinya. Disarankan perlunya ada pelatihan berlanjut kepada kader UKS dengan bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk kegiatan pelatihan.

Esta investigación busca determinar la eficiencia técnica de las empresas manufactureras del sector calzado de la zona 6 del Ecuador durante el periodo 2013-2018, además se realiza un análisis econométrico para determinar la relación existente entre la eficiencia técnica y demás variable de estudio. Se consideró los estados financieros que las empresas reportan a la Superintendencia de Compañías, Valores y Seguros del Ecuador para la obtención de la variable inputs y outputs. El análisis de la Eficiencia técnica evidenció que el 33% de las entidades son eficientes, mientras que el 67% sociedades son ineficientes. El análisis del modelo econométrico demostró que la variable materia prima es directamente proporcional con un nivel de confianza del 95%, mientras que la capacidad instalada y el coeficiente de localización es inversamente proporcional con una confiabilidad del 90%.

Digitalisation has changed, bringing the world in an almost borderless direction, and impacting various fields. Banking law in particular has been disrupted by the rapid development of digitalisation, as well as shifting paradigms of thinking across the banking world. As a result of the digital economy era, conventional banking services have been forced to adapt to the development of the concept of digital constitutionalism. The digital economy era must provide better banking services to guarantee the protection of citizens’ constitutional rights, especially related to the use of technology in banking services. This concept of the digital economy must be able to improve the quality of banking services in terms of ease and speed of access, efficiency, effectiveness, and optimal management of risk. Thus, it is expected that the development of the era of digital constitutionalism in banking law in Indonesia can provide a more optimal guarantee of protection of future constitutional rights protection for its citizens. This study describes the transitional process of the digital constitutionalism era in the development of banking law in Indonesia as a factual condition by using normative juridical research methods and library approaches, as well as comparative approaches. The study finds that the development of the digital constitutionalism era in banking law in Indonesia has progressed rapidly. This progress has benefitted users of banking services, but it also has led to a residual deviant behaviour due to the ease of access to technology.

Perubahan kurikulum selalu terjadi menyesuaikan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Mendikbud langsung meluncurkan program Merdeka belajar, hal ini disambut dengan kondisi dilapangan yang serba mengkhawatirkan karena adanya musibah yang melanda tidak hanya Indonesia tetapi juga dunia. Musibah tersebut yaitu berupa pandemic corona yang sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan termasuk ekonomi, pendidikan. Tentu program ini sangat terkait dengan adanya penggunaan dan pemanfaat tekhnologi informasi dalam proses pembelajaran di sekolah. Untuk mendukung program merdeka belajar maka pengabdi ingin melakukan pelatihan dan bimbingan teknis pemanfaatan tekhnologi informasi dalam pembelajaran. Dalam pengabdian ini akan melibatkan para guru di Pelalawan. Pelatihan ini memberikan implikasi bagi guru SD untuk memanfaatkan TIK dalam pembelajaran daring.

La cutis verticis gyrata es una patología poco frecuente del cuero cabelludo caracterizada por la proliferación del tejido celular subcutáneo e hipertrofia que produce pliegues y surcos que le dan aspecto cerebriforme. Aunque su etiología es aún desconocida, la condición no es exclusivamente congénita, se ha propuesto como teoría la presencia de mutaciones autosómicas dominantes en el receptor de factor de crecimiento de fibroblastos 2. Esta patología es extremadamente rara en pediatría. Se divide en primaria y secundaria. Se presenta el caso de un adolescente de 15 años, de sexo masculino con presencia de cutis verticis gyrata primaria esencial, donde la principal preocupación fue el prurito y la presencia de fetidez. Teniendo en cuenta el carácter benigno de esta condición, se decidió solo manejo sintomático. El caso que se presenta es el primero reportado en la provincia Cienfuegos en edad pediátrica, lo que reafirma la importancia de reconocer esta entidad y su abordaje adecuado para distinguir las formas clínicas de presentación para su mejor tratamiento terapéutico. Dada la rareza de la entidad en edad pediátrica se decide presentar este caso, además de una revisión de la literatura.