Search

Komoditas ikan koi (Cyprinus rubrofuscus) memiliki prospek usaha yang dapat dikembangkan melalui kegiatan budidaya di kolam, namun dalam budidaya sering ditemukan kendala-kendala yang dihadapi dan sulit untuk dikendalikan. Salah satu kendala tersebut adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit. Parasit yang sering menyerang ikan koi adalah ektoparasit, di mana wabah penyakit ektoparasit ini dapat menyebabkan ancaman serangan parasit pada ikan koi dapat menyebabkan kerugian usaha budidaya Dari informasi di lapangan pada Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Benih Ikan Bungus (UPTD BBI) Kota Padang terdapat indikasi kemungkinan serangan ektoparasit terhadap ikan koi yang dibudidayakan pada fasilitas UPTD BBI tersebut. Sementara itu, sejauh ini belum tersedia hasil penelitian tentang gangguan ektoparasit pada budidaya ikan koi (Cyprinus rubrofuscus) di Kota Padang. Tujuan dilakukan penelitian yaitu untuk menganalisis jenis-jenis ektoparasit yang menyerang ikan koi (Cyprinus rubrofuscus) dan menganalisis prevalensi dan intensitas serangan ektoparasit pada ikan koi (Cyprinus rubrofuscus) di (UPTD BBI) Bungus, Kota Padang. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang keberadaan parasit, tingkat prevalensi parasit, dan intensitas parasit yang terdapat pada ikan koi (Cyprinus rubrofuscus) serta hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2024. Pemeriksaan Laboratorium dilaksanakan pada Laboratorium Universitas Bung Hatta. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan menganalisis prevalensi dan menganalisis intensitas. Hasil penelitian didapatkan dua jenis ektoparasit yang menyerang ikan koi pada kolam UPTD Bungus Teluk Kabung yaitu pada dua bentuk kolam yaitu ektoparasit Argulus sp pada kolam tanah dan Paramecium sp pada kolam beton. Nilai prevalensi tertinggi yaitu sebesar 100% ditemukan pada ikan koi dar

Permintaan yang meningkat untuk kepiting bakau, baik di pasar domestik maupun internasional, menyebabkan peningkatan eksploitasi dan penurunan populasi. Budidaya kepiting bakau mulai dikembangkan untuk memenuhi permintaan ini. Salah satu teknologi budidaya berkelanjutan yang sedang dikembangkan adalah Recirculating Aquaculture System (RAS) Pada Apartemet. Sistem ini mengoptimalkan kualitas lingkungan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting. Penelitian ini akan fokus pada pengaruh frekuensi pemberian pakan ikan rucah dalam sistem RAS terhadap pertumbuhan kepiting bakau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2024 di Sungai Nipah, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu: Perlakuan A satu kali sehari pada pukul 22.00 WIB, perlakuan B dua kali sehari pada pukul 22.00 dan 17.00 WIB, serta perlakuan C tiga kali sehari pada pukul 22.00, 08.00, 17.00 WIB. Kelangsungan Hidup (SR) tertinggi terdapat pada perlakuan A dan B dengan rata-rata 100% dan yang terendah pada perlakuan C dengan rata-rata 33%. Namun secara statistik tidak berbeda nyata. Dari hasil berat kepiting bakau antar perlakuan tidak berbeda nyata, dimana perlakuan tertinggi pada perlakuan A dengan rata-rata 52.00±21.17g diikuti pada perlakuan B dengan rata-rata 41.00±23.64g. Sedangkan yang terendah terjadi pada perlakuan C 18.00±10.40g. Dari hasil panjang kerapas kepiting bakau antar perlakuan tidak berbeda nyata, dimana perlakuan tertinggi pada perlakuan A dengan rata-rata 1.90±0.87cm diikuti pada perlakuan B dengan rata-rata 0.93±0.65cm. Sedangkan yang terendah terjadi pada perlakuan C 0.60±0.35cm. Dari hasil lebar kerapas kepiting bakau antar perlakuan tidak berbeda nyata, dimana perlakuan tertinggi pada perlakuan A dengan rata-rata 1.60±0.70cm diikuti pada perlakuan B dengan rata-rata 1.17±0.66cm. Sedangkan yang terendah terjadi pada perlakuan C 0.80±0.46cm. Dari hasil la

AIYSA WULANDARI, NPM : 2010016211022, Analisa Peranan Penyuluhan Perikanan Dalam Pembinaan Kelompok Nelayan Di Kota Padang. Dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Abdullah Munzir, M.Si. Penyuluhan dapat diartikan sebagai proses memberikan pembaharuan kepada masyarakat terhadap sesuatu yang belum diketahui sebelumnya. Dalam hal ini penyuluh bukan hanya meningkatkan kemampuan perorangan tetapi juga peningkat pengetahuan, keterampilan dan pengetahuan masyarakat secara keseluruhan. Proses peningkatan harus benar benar dilakukan sampai materi penyuluhan dipahami dan dilaksanakan sehingga kehidupan masyarakat menjadi sejahtera. Penyuluhan perikanan merupakan salah satu proses pendidikan nonformal yang bertujuan mengubah perilaku masyarakat target penyuluhan melalui peningkatan pengetahuan, pembentukan sikap dan pengembangan keterampilan. Atas dasar hal itu mereka mampu mengambil keputusan dengan baik untuk mengatasi kendala dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi sehingga kesejahteraan mereka juga meningkat. Penyuluhan perlu dilaksanakan secara terus menerus dalam periode waktu tertentu sampai terjadinya perubahan perilaku masyarakat sasaran penyuluhan. Program penyuluhan perikanan diharapkan dapat menciptakan peningkatan usaha dari kelompok-kelompok nelayan. Pengembangan kelompok nelayan tidak terlepas dari peranan penyuluhan perikanan yang ada. Keberadaan penyuluhan perikanan saat ini sangat dibutuhkan dalam membimbing dan mensejahterakan hidup para nelayan. Kata Kunci : Penyuluhan, Kelompok Nelayan, Perikanan

Kepiting bakau merupakan salah satu organisem yang ditemukan di ekosistem mangrove. Knuckey (1999) dalam Tiurlan et al. (2019) menyatakan bahwa kepiting bakau (Scylla serrata) termasuk ke dalam famili portunidae dimana habitatnya adalah di daerah mangrove. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis karakteristik morfometrik, pemeteaan rantai nilai bisnis serta hubungan antara morfometrik dan pemetaan rantai nilai bisnis kepiting bakau yang tertangkap di Kepulauan Mentawai. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2024 di tiga lokasi yaitu desa Tuapejat, desa Matobe, dan desa Katurei Kepulauan Mentawai. Karakteristik morfometrik kepiting bakau jantan berbeda nyata (p>0.05) sedangkan betina ditemukan tiga karakter morfometrik yang tidak berbeda nyata (p>0.05) yaitu tinggi karapas, PCL, dan TCL. Dengan tiga sifat pembeda utama jantan dan betina secara berurutan PCL, L, PCR dan P. Hasil tangkapan nelayan dijual ke pengumpul kemudian ke eksportir lalu kekonsumen. Lebar karapas rata-rata di desa Katurei sebesar 112.58mm dan tidak sesuai dengan PERMEN KP No. 17 Tahun 2021 dan harga dipengaruhi oleh bobot secara parsial.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2024 di Kota Pariaman, Sumatera Barat. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive berdasarkan data sekunder, ketersediaan data lapangan dan konsultasi dengan pihak penyuluh di Kota Pariaman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran penyuluhan dalam pembinaan Pokdakan di Kota Pariaman dan menganalisis mekanisme pelaksanaan penyuluhan dalam pembinaan Pokdakan di Kota Pariaman. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei dan observasi lapangan. Jumlah responden dalam penelitan ini sebanyak 41 orang, penentuan responden dilakukan secara random terhadap populasi dengan menggunakan metode Slovin. Data di analisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa peran penyuluhan dalam pembinaan Pokdakan sebagai edukator masuk dalam kategori berperan tinggi dengan skor 1.013, sebagai fasilitator masuk dalam kategori berperan tinggi dengan skor 984, sebagai motivator masuk dalam kategori berperan sangat tinggi dengan skor 1.088, sebagai komunikator masuk dalam kategori berperan sangat tinggi dengan skor 1.064 dan sebagai organisator masuk dalam kategori berperan tinggi dengan skor 964. Dengan demikian secara kumulatif peran penyuluhan dalam pembinaan kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) di Kota Pariaman termasuk dalam kategori berperan tinggi dengan nilai rata-rata skor kumulatif 1.022,6. Mekanisme pelaksanaa penyuluhan di Kota Pariaman menggunakan metode angjangsana, diskusi kelompok dan demonstrasi. Ada beberapa tahapan dalam mekanisme penyuluhan seperti observasi dan pengumpulan data, analisa kebutuhan, perencanaan program penyuluhan perikanan, pelaksaan penyuluhan, fasilitasi dan pendampingan, monitoring dan evaluasi program serta pelaporan dan tindak lanjut.