Search

Kepala sekolah memegang peran penting dalam meningkatkan mutu dan kinerja guru, karena kualitas guru sangat memengaruhi perkembangan siswa. Guru yang berkualitas dapat menciptakan pendidikan yang berkualitas pula, dan lulusan terbaik biasanya dihasilkan oleh guru-guru berkualitas di lembaga tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan peran kepala sekolah sebagai edukator dalam meningkatkan mutu dan kinerja guru di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Gonilan, Kartasura, Sukoharjo, dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, serta guru kelas 1, 2, dan 4. Metode pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah berperan dalam meningkatkan mutu dan kinerja guru melalui pembinaan, menginstruksikan guru untuk mengikuti pelatihan, dan melakukan penilaian kinerja guru. Sebagai manajer, kepala sekolah mengatur agenda sekolah agar terstruktur dan sesuai prosedur untuk satu tahun ke depan, serta memahami kondisi dan kemampuan guru. Sebagai administrator, kepala sekolah mengecek administrasi, surat-menyurat dari dinas, perizinan kegiatan guru, dan perangkat pembelajaran. Saran penelitian ini adalah agar kepala sekolah lebih meningkatkan kinerja guru melalui motivasi dan supervisi. Meskipun kepala sekolah telah menjalankan perannya dengan baik, akan lebih baik lagi jika terdapat inovasi baru dalam program-program peningkatan kinerja guru, khususnya dalam peran sebagai edukator.

Penelitian ini mengevaluasi asesmen afektif di Madrasah Ibtidaiyah (MI), Jember. Fokus utamanya adalah pada tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya dan solusi yang telah diterapkan dan yang disarankan. Tujuan dari studi ini adalah untuk memahami dinamika evaluasi afektif di MI dan mencari solusi untuk tantangan dalam implementasinya. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus, yang melibatkan observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Hasilnya menunjukkan bahwa evaluasi afektif biasanya dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan perilaku siswa oleh guru, serta dengan umpan balik dari orang tua. Namun, tantangan dalam implementasi evaluasi afektif masih ada, terutama dalam hal objektivitas dan interpretasi hasil. Beberapa strategi dan solusi telah diterapkan dan disarankan, seperti pelatihan dan workshop tentang evaluasi afektif, penggunaan alat evaluasi yang lebih sistematis dan efisien, serta kerjasama dengan orang tua siswa. Kesimpulannya, peningkatan kualitas evaluasi afektif di MI memerlukan kerjasama dari berbagai pihak, bukan hanya guru, tetapi juga orang tua dan komunitas sekolah. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian eksperimental untuk menguji efektivitas solusi yang telah disarankan dalam studi ini dan pengembangan alat evaluasi afektif yang lebih sistematis dan efisien.

Upaya penyelesaian target materi sesuai kurikulum yang berlaku, seringkali menyebabkan pendekatan pembelajaran yang fokus ke banyaknya materi yang diajarkan daripada memastikan siswa benar-benar mengerti setiap hal yang diajarkan. Prinsip esensialisme mendorong fokus pada pemahaman konsep-konsep kunci, bukan hanya pada cakupan luas materi. Di tengah diskusi tentang berbagai pendekatan pembelajaran dalam pendidikan IPA di Madrasah Ibtidaiyah, pertanyaan muncul mengenai relevansi dan penerapan prinsip-prinsip esensialisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip esensialisme dalam pembelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah. Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Qomar palembang. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara. Teknik analisis data yang digunakan mengikuti dari Miles and Huberman. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan prinsip esensialisme dalam pembelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah memiliki dampak positif yang signifikan. Penerapan prinsip esensialisme membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep-konsep dasar IPA, fokus pada inti pengetahuan dan keterampilan, dan meningkatkan minat mereka dalam mata pelajaran tersebut. Oleh karena itu, pendekatan ini dapat menjadi dasar yang kuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar terkhusus dalam bidang IPA.

In understanding learning, interest is needed as the main factor, while to foster interest, appropriate and effective learning methods are needed, in which case the multiple intelligence-based experiential learning model is expected to be a solution. The purpose of this study was to determine the effectiveness of multiple intelligence-based experiential learning to increase MI students' learning interest. This research method is quantitative with the type of experimental study, the number of participants is 25 people who are MI students in Kab. Jember, data collection was carried out using a questionnaire technique with pre, experimental and post procedures, while for the analysis test using a paired T-Test. Based on the research conducted, it was found that multiple intelligence-based experiential learning can significantly increase MI students' interest in learning. By carrying out this research, it is expected that MI teachers can apply this learning method so that students' interest in learning increases and results in achievement in the end.

In this modern education era, affective assessment has become extremely important. This is because affective assessment not only focuses on students' knowledge and skills, but also on their emotional aspects and attitudes. The reality in the field shows that there are still challenges and obstacles in the implementation of affective assessment. Therefore, this research needs to be conducted. The purpose of this research is to understand the dynamics of affective assessment in MI Schools and to seek solutions for challenges in its implementation. The research method used is qualitative research with a Classroom Action Research (CAR) approach, which involves observation, interviews, and document analysis. The results of the research show that affective assessment is generally carried out through observation and recording of student behavior by teachers, as well as input from parents. However, there are still challenges in the implementation of affective assessment, especially related to objectivity and interpretation of results. Several strategies and solutions have been used and proposed, such as training and workshops on affective assessment, the use of more systematic and efficient assessment tools, and collaboration with students' parents. From this research, it can be concluded that improving the quality of affective assessment in MI Schools requires efforts from various parties, not only teachers but also parents and the school community. For further research, it is suggested to conduct experimental research to test the effectiveness of the solutions proposed in this research and the development of more systematic and efficient affective assessment tools.