Search

Electronic governance in short e-governance is a smeared concept in the development discourse. This article aims to identify the challenges and to recommend some ways in this regard. Evidently, e-governance is the use of information technologies by government agencies in service provision and by citizens to get services. It may range from e-admission to e-voting. Bangladesh has obtained e-governance idea to reinvent its governance and to transform the society into a creative knowledge society. Nonetheless, it affronts many hurdles like poor infrastructure, lack of political support, shortfall of efficient human resource, digital divice etc. Therefore, it’s high time to get some remedies for proper implementation of e-governance strategies. More e-services may create scope for the government to generate revenue through imposing fees for particular e-services and ensure transparency of public services. Citizens may also be benefited with prompt and improved services. In a nutshell, it will foster sustainable development. Public administration of this twenty first century should be dynamic, proactive, public relation expert, policy shaper, and pro positive change for making the service easier.

Analisis bibliometrik dilakukan terhadap 40 publikasi tentang air tanah di Cekungan Bandung yang berada dalam basis data Web of Science. Analisis yang dilakukan yaitu analisis Co-Authorship dan analisis Text-Mining menggunakan metode perhitungan biner dan perhitungan penuh menggunakan piranti lukan VosViewer. Terdapat 125 penulis dan 1296 kata/istilah yang muncul dan kemudian menjadi dasar analisis. Hasil dari analisis ini menunjukkan bahwa riset air tanah di Cekungan Bandung dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok penurunan muka tanah dan kelompok air tanah secara umum. Kelompok air tanah dapat dibagi lagi menjadi 3 kelompok kecil, yaitu kelompok pemodelan akuifer, pemodelan kontaminasi, dan pemodelan pencampuran air tanah. Analisis bibliometrik sangat membantu dalam memetakan perkembangan penelitian di Cekungan Bandung. Meski demikian masih banyak kekurangan dari hasil analisis bibliometrik, terutama karena terbatasnya metadata publikasi yang ada dalam basis data Web of Science. Ke depannya, metadata publikasi lain, terutama dari Google Scholar perlu dikonversi ke dalam templat yang bisa dianalisis menggunakan metode bibliometrik.

Pulau Panas Perkotaan (Urban Heat Island) adalah fenomena antropogenik akibat pengaruh urbanisasi. Kawasan perkotaan yang terbangun memiliki temperatur yang lebih hangat dibandingkan kawasan sekitarnya. Fenomena Pulau Panas Perkotaan di Kota Bandung diteliti menggunakan data Suhu Permukaan Tanah (Land Surface Temperature) yang diakuisisi dari satelit Landsat 8. Lima tahun data satelit dianalisis menggunakan piranti daring Google Earth Engine untuk menganalisis variasi temporal Pulau Panas Perkotaan di Kota Bandung dan sekitarnya. Suhu yang diakuisisi dari satelit dikonversi menjadi estimasi suhu permukaan dengan mempertimbangkan nilai Normalized Difference Vegetation Index. Hasil dari penelitian ini adalah peta persebaran rata-rata dan median suhu permukaan di Cekungan Bandung tahun 2013-2018, serta grafik seri waktu suhu permukaan di 3 jenis tata guna lahan yang mewakili daerah kota (sekitar Jalan Sudirman), hutan kota (Hutan Babakan Siliwangi), dan hutan (Tamah Hutan Raya Djuanda). Suhu rata-rata Kota Bandung pada tahun 2013-2018 adalah 26,93 oC (median seluruh data) dan 25,57oC (rata-rata seluruh data). Sementara perbandingan berdasarkan tata guna lahan; daerah kota memiliki suhu permukaan rata-rata 27,30 oC, daerah hutan kota memiliki suhu 21,31oC, dan daerah hutan memiliki suhu 18,60oC. Peta persebaran suhu panas permukaan dari citra Landsat 8 menunjukkan bahwa daerah hutan secara konsisten memiliki suhu paling rendah, diikuti dengan hutan kota, dan kemudian daerah kota menjadi area yang paling panas dengan suhu maksimal hingga 33,73oC. Penggunaan Google Earth Engine yang berbasis komputasi awan sangat memudahkan pengolahan data citra satelit dalam jumlah besar yang selama ini tidak memungkinkan dilakukan dengan cara konvensional (mengunduh dan memproses di komputer).

Ecosystem Services is an important concept to achieve Sustainable Development Goals 2030. For the past 20 years, this concept has grown exponentially and the metadata of these publications can be considered as big data. A bibliometric analysis was conducted to Ecosystem Services publications from Web of Science database, which are text-mining analysis, bibliographic coupling, and citation network analysis. Text-mining analysis results were a cluster map of keywords representing the content of abstract and title from 4203 publications in the dataset. Bibliographic coupling analysis results were a cluster of documents which analyzed using natural language processing to extract the main idea of the documents. Using these two analysis insight about ecosystem services are obtained. Ecosystem services in general can be divided into 6 big clusters: economic assessment of ecosystem services as natural capital, ecosystem services assessment in term of accounting and management, biodiversity conservation in term of species richness, biodiversity conservation in term of human well-being, climate change and ecosystem services, and ecosystem services in urban area. Finally, citation network analysis was performed. 5700 publications consist of publications from the dataset and cited references from the publications were analyzed and 50 most influential articles from 1977 to 2018 with highest citation score was plotted in chronological order, providing insight on how the topic has been developing over time and important publications to be read. Bibliometric analysis proved to be very useful, especially as the preliminary step before conducting literature review. This technique can be very beneficial for early career scientists who wanted to recognize a field of science or wanted to know the research gaps that could be worked on.

Curug Malela di Desa Cicadas, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat adalah lokasi wisata paling penting di Kabupaten Bandung Barat bagian selatan. Air terjun dengan lebar lebih 70 meter dan tinggi 50 meter ini juga disebut sebagai Niagara van Java. Potensi geowisata di Curug Malela dikaji dan disurvey sehingga diketahui bahwa selain Curug Malela, di bagian hilir juga ditemukan air terjun lain yang tak kalah menarik seperti Curug Katumiri, Curug Manglid, Curug Sumpel, Curug Ngebul, dan Curug Palisir. Selama ini hanya ada satu jalur setapak di Curug Malela sehingga pengunjung akan datang dan pulang melalui jalur yang sama. Untuk mengembangkan geowisata di Curug Malela, satu jalur baru diusulkan, yaitu jalur melingkar melewati air terjun di hilir Curug Malela. Pembukaan akses jalur sekaligus membuka peluang ekonomi bagi kampung yang dilewati oleh jalur ini.

Curug Malela di Desa Cicadas Kecamatan Rongga adalah lokasi wisata nomor satu di Kabupaten Bandung Barat sebelah selatan. Dikenal juga sebagai Niagara van Java, air terjun ini menjadi tujuan kunjungan utama di Kecamatan Rongga. Selain Curug Malela, masih ada beberapa air terjun lain yang berada di sekitar Curug Malela, yaitu Curug Katumiri, Curug Manglid, Curug Sumpel, Curug Ngebul, Curug Palisir, dan Curug Pameumpeuk. Poster ini merupakan saran pengembangan jalur geowisata di Curug Malela melewati air terjun lain di hilirnya. Melalui pengembangan jalur ini, maka diharapkan akan meningkatkan perekonomian dari pariwisata di Curug Malela, terutama meningkatkan waktu kunjungan wisatawan.